KRISIS CINTA dan kasih sayang
yang mewarnai relasi antarumat Islam dalam berbagai segi dan bidang
kehidupan, seolah menunjukkan bahwa Islam bukan agama yang mengajarkan pentingnya
menyintai dan mengasihi sesama. Umat Islam pun seakan tidak memiliki figur
sentral yang mampu meneladankan ketulusan untuk saling menyintai, mengasihi
serta menyayangi. Akibatnya, di antara mereka, muncullah perasaan saling
curiga, iri, pengkhianatan, saling merendahkan, memfitnah, menggibah,
mendengki, mendendam, bertikai, menzalimi, menindas, bahkan saling
mencelakakan.
Munculnya gejala krisis cinta dan
kasih sayang yang melanda kehidupan banyak kaum muslimin, kerap
terjadi di mana-mana. Dari mulai di ruang keluarga, hingga di tempat-tempat
kerja. Tidak terkecuali, di institusi-institusi yang mengusung label Islam,
gejala krisis kasih sayang juga sering mewarnai hubungan
antarpersonilnya. Sungguh ironi dan menyedihkan. Bagaimana mungkin
ukhuwah islamiyah yang kerap digembar-gemborkan itu bisa terwujud secara
solid dan kokoh, jika krisis ini tetap terjadi seolah tiada henti. Padahal
Rasulullah SAW, pecinta agung yang mulia menegaskan:
“Demi zat yang jiwaku ada dalam
genggaman-Nya, kamu sekalian tidak akan masuk surga sebelum beriman, dan kamu
sekalian tidaklah beriman sebelum saling mencintai” (HR. Muslim)
Lemahnya Peneladanan Terhadap Nabi
SAW
Menggejalanya krisis cinta dan kasih
sayang di kalangan komunitas umat Islam, tentunya bukan dikarenakan
ajaran yang terkandung dalam agama yang dianutnya, dan bukan pula ketiadaan
model yang patut dijadikan panutan. Persoalannya adalah lemahnya pengamalan
terhadap Islam, serta “ketidakmauan” umat untuk betul-betul meneladani sang
pecinta agung yang mulia, Nabi Muhammad SAW. Utamanya dalam konteks ini
adalah keteladanan dalam menyintai, mengasihi, dan/atau menyayangi sesama.
Allah SWT mengutus Nabi Muhammad
SAW sebagai figur manusia terbaik. Beliau telah membuktikan kemampuannya
dalam membawa manusia dari keterbelakangan pemikiran dan kerendahan akhlak
menuju pencerahan dan kemuliaan. Dari kehidupan yang diselimuti kebencian,
dendam, dan angkara murka, menuju kehidupan yang diberkahi dengan memaafkan,
cinta dan kasih sayang.
Ada yang mengartikan bahwa
“rahmat” di sini adalah pencurah kasih sayang. Diutusnya Nabi
merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia. Rasulullah
adalah manusia yang menebarkan kasih sayang.
“Siapa yang tidak sayang pada
manusia, maka tidak akan disayang oleh Allah.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,
Baihaqi, dan Bukhari)
Manajemen Cinta = Upaya Meraih
Kesuksesan & Kebahagiaan
Dalam semua dimensi kehidupan,
Nabi Muhammad SAW secara cukup gamblang telah menyontohkan bagaimana
seharusnya kita sebagai umatnya, bersikap dan berperilaku agar rahmat dan
keberkahan hidup menyertai. Dari mulai ketika menjalani kehidupan dalam ranah
keluarga dan kekerabatan, hubungan antara “tuan” dengan “pembantu”, atasan
dengan bawahan, antarrekan (mitra) kerja atau bisnis, kehidupan bertetangga,
persahabatan, dalam relasi sosial dengan non-muslim, sebagai pemimpin dakwah,
militer, maupun sebagai pemimpin sosial dan politik (umat).
Mengingat begitu tulusnya cinta
atau kasih sayang yang mendasari setiap pergaulan Nabi, termasuk
kemampuannya menghadapi beragam persoalan melalui pendekatan perasaan
tertinggi kemanusiaan ini, maka dapat dikatakan bahwa beliau telah menerapkan
“manajemen cinta”.
Banyak sekali para pakar yang
mendefinisikan pengertian “manajemen” (management). Namun dalam pengertian
sederhana, “manajemen” dapat dipahami sebagai “seni melaksanakan dan
mengatur”.
Kemudian, “cinta”. Secara
psikologis, cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang. Dalam konteks
filosofi, ada yang berpendapat bahwa cinta merupakan sifat baik yang mewarisi
semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat
lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia
terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih
sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan
apapun yang diinginkan objek tersebut.
Erich Fromm, seorang psikolog
Jerman yang konon dikenal ahli dalam masalah cinta menjelaskan, bahwa
kebutuhan manusia yang paling dalam adalah kebutuhan untuk mengatasi
keterpisahannya dan meninggalkan penjara kesendiriannya. Kegagalan untuk
mengatasi keterpisahan ini yang akan menyebabkan gangguan kejiwaan. Fromm
mengungkapkan idenya mengenai cinta sebagai jawaban dari masalah tersebut.
Karena “cinta” yang dimaksud
adalah cinta yang islami, tentunya pemahaman dari pengertian “cinta” ini juga
harus berdasarkan nilai-nilai Islam. Inilah pemahaman cinta yang lebih luas,
mendalam, serta bersifat hakiki.
Syaikh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah,
seorang ulama dari Damaskus di abad ke-7, melihat pemahaman cinta dalam ruang
lingkup yang luas. Bahkan beliau mengemukakan adanya 6 peringkat cinta, yang
dua di antaranya adalah shababah dan ‘itfh. Shababah yaitu cinta yang mampu
melahirkan ukhuwah islamiyah. ‘Itfh (simpati) adalah rasa cinta yang
memunculkan kecenderungan untuk menyelamatkan dan membantu sesama.
Nah, dengan demikian, kalau
mengacu pada kedua pemahaman tersebut; “manajemen” dan “cinta”, maka
“manajemen cinta” yang dimaksud adalah seni melaksanakan dan mengatur
hubungan (antarmanusia) yang dilandasi oleh keinginan untuk melahirkan ukhuwah
islamiyah, membantu serta menyelamatkan sesama.
Di dalam cinta atau kasih
sayang yang diteladankan Nabi SAW terkandung nilai-nilai produktif dan
konstruktif seperti: menyebarkan salam, menjaga dan melindungi kehormatan
manusia, mengokohkan keimanan, berlaku adil, sabar, pemaaf, tegas, ulet,
memberikan pendidikan dan bimbingan, mempererat hubungan, menghormati, rendah
hati, senang membantu, dermawan, memuliakan, memberikan rasa nyaman,
menunjukkan perhatian, menjaga nama baik, mendoakan kebaikan, tabah,
konsisten, berkemauan kuat, menjauhi sikap egois, memberikan kepercayaan,
berani, menjaga citra diri, memotivasi, dan masih banyak lagi. Semua nilai,
sifat, sikap, atau perilaku yang baik-baik itu adalah cerminan atau
konsekuensi dari rasa cinta terhadap kebenaran dan/atau kasih sayang
terhadap sesama.
Dalam buku “Manajemen Cinta
Sang Nabi SAW” (2011), secara cukup gamblang diungkapkan langkah-langkah
teoritis dan praktis dalam mengimplementasikan nilai-nilai cinta atau kasih
sayang sesuai kapasitas dan peran kita dalam semua aspek kehidupan.
Baik dalam kehidupan berumahtangga dan berkeluarga, sosial, bisnis, dakwah,
militer, hingga politik.
INFO LEBIH OKE LAGI ANDA KLIK DISINI
afrijoni spt, bisnis online, mesin uang, motivasi hidup, motivasi hidup sukses, Rahasia sukses berumahtangga, rahasia sukses hidup, sukses dalam bisnis online |
Selasa, 24 September 2013
Solusi Mengatasi Krisis Kasih Sayang
Cara Mudah Mengatasi Stres
|
|||
Allah tidak akan memberikan beban
hidup seseorang, melainkan menurut kadar kemampuannya
STRES merupakan salah satu jenis gangguan
jiwa ringan yang bisa dialami oleh siapa saja. Mulai dari anak-anak,
remaja, orang tua sampai lansia, tentunya dengan kadar gangguan yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
Sama halnya dengan penyebab timbulnya
stres, pun berbeda-beda. Seorang remaja bisa stres karena kesulitan belajar
atau putus cinta. Orang tua bisa stres karena memikirkan tingkah dan sikap
anak-anaknya yang susah diatur dan seringkali rewel.
Misalnya, stres yang dialami oleh
si Ame bisa dianggap ringan, tetapi belum tentu dianggap ringan oleh si Beri.
Bisa jadi stres yang di alami si Ame dianggap berat oleh si Beri. Jadi, berat
dan ringannya beban stres tergantung orang yang memikulnya.
Munculnya stres seringkali
diakibatkan oleh beratnya beban hidup yang kita pikul. Beban hidup kita sama
seperti gelas berisi air yang diangkat oleh tangan kita. Terkadang kita
merasa beban hidup kita terlalu berat dan tidak bisa teratasi lagi,
sampai-sampai kita merasa putus asa. Padahal Allah tidak akan pernah memberi
suatu masalah atau beban hidup di luar kemampuan kita: “Allah tidak akan
memberikan beban hidup seseorang, melainkan menurut kadar kemampuannya.” (
Al-Baqarah 2 : 233).
Dalam Islam, stres merupakan penyakit
jiwa yang perlu diobati dengan pendekatan yang tercantum dalam Al-Qur’an
dan Hadits. Ada empat cara dalam menyembuhkan penyakit stres, antara lain;
Sabar, membuat seseorang selalu
merasa tenang dan tenteram, hatinya selalu bersyukur terhadap nikmat yang diberikan
oleh Allah., sehingga orang-orang yang sabar hidupnya selalu merasa
berkecukupan.
Dia tidak pernah meminta sesuatu
yang bukan haknya, karena Allah. akan memberikan balasan kepada orang-orang
yang bersabar berupa kenikmatan surga:
“Apa yang di sisimu akan lenyap,
dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik
(surga) dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl 16 : 96)
Sabar merupakan pondasi utama
dalam menghadapi berbagai macam ujian. Ujian yang menimpa diri kita harus
dibarengi dengan khsunu dzan (berbaik sangka) kepada Allah. Sebab dibalik
ujian yang menimpa diri kita, tentu ada hikmah yang akan kita dapatkan. Oleh
karena itu, Allah menyatakan dalam firman-Nya: “Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’
(Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami akan
kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat
dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.
(Al-Baqarah 2 : 155-157)
Hidup di dunia ini akan diwarnai
oleh berbagai macam ujian. Setelah ujian yang satu dilaluinya maka akan
dihadapkan pada ujian berikutnya, sampai berakhirnya kehidupan di dunia ini.
Stres merupakan tangga ujian untuk
mengukur keimanan seseorang. Ketika seseorang stres, kemudian dia bersabar,
maka dia telah melangkah satu tahap dalam menuju keimanan yang sempurna.
Setelah jiwa kita dipenuhi dengan
kesabaran, maka sertailah dengan jiwa syukur. Karena, Jiwa yang sabar akan
melahirkan manusia yang pandai bersyukur.
SYUKUR seringkali diartikan dengan
“menggunakan nikmat Allah yang diterima sesuai dengan tujuan yang dikehendaki
oleh-Nya”. Misalnya, nikmat harta harus diinfakkan, ilmu harus diamalkan,
umur untuk ibadah dan sebagainya.
Syukur juga bisa berarti
mengungkapkan keringanan hati lantaran kenikmatan yang diberikan Allah SWT.,
dengan cara taat melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Jadi, syukur punya makna yang luas.
Tidak sekedar getaran terima kasih
dalam hati, mengucapkan dalam lidah atau mengadakan syukuran, tetapi yang
lebih penting ialah memanfaatkan semua karunia Allah pada jalan yang
diridhai-Nya. Misalnya, Allah mengaruniai akal kepada manusia, maka
gunakanlah akal itu untuk berpikir, mempelajari hingga mampu membuahkan
pemikiran-pemikiran yang baik dan benar.
Allah mengkaruniakan manusia
anggota tubuh yang sempurna, maka harus dimanfaatkan untuk ibadah dan
melakukan hal-hal yang berguna bagi kesejahteraan hidup. “…Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu…”. (Lukman 31 : 14).
Dalam salah satu haditsnya,
Rasulullah saw bersabda, “Orang yang tidak mau berterimakasih kepada manusia,
ia tidak bisa bersyukur kepada Allah.”
Ketika kita stres karena banyaknya
masalah yang kita hadapi, kemudian kita bersabar dan mensyukuri nikmat yang
telah diberikan Allah kepada kita, maka insya Allah stres yang kita alami
dapat disembuhkan, paling tidak dapat diminimalisir.
Optimis adalah suatu sikap yang
selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal. Sikap optimis ini
merupakan sikap yang sangat dianjurkan dalam Islam, sebagaimana firman-Nya:
”Janganlah kamu bersikap lemah (pesimis), dan janganlah (pula) kamu bersedih
hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika
kamu orang-orang yang beriman”. (Ali Imran 3 : 139).
Sikap optimis haruslah mengalahkan
pesimis yang bisa jadi menyelinap dalam hati kita. Untuk itulah jika ingin
hidup sukses, kita harus bisa membangun rasa optimis dalam diri.
Optimis yang dihasilkan dari rasa
tawakal inilah yang menjadikan Rasulullah SAW beserta sahabat mampu
memenangkan peperangan yang tercatat dalam sejarah dunia, mulai dari perang
Badar hingga peperangan di masa kekhalifan Islam sampai berabad-abad lamanya.
Karena itu, optimisme adalah
kemampuan untuk percaya bahwa hidup memang tidak mudah, tetapi dengan upaya
baru, hidup akan menjadi lebih baik. Optimisme adalah kemampuan melihat sisi
terang kehidupan dan memelihara sikap positif yang realistis, bahkan dalam
situasi sulit sekalipun.
Optimis berarti berusaha
semaksimal mungkin dalam mencapai target atau standar yang ideal.
Yang paling penting dalam mengatasi
stres (beban hidup) adalah memperbanyak doa. Karena doa merupakan
kekuatan yang Maha Dahsyat, yang mampu menyelesaikan setiap permasalahan
hidup. Dalam Al-Quran, Allah SWT telah mengajarkan kepada kita tentang doa
dalam mengatasi masalah, yaitu;
رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ
نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا
حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا
طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ
مَوْلانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Inilah empat cara untuk mengatasi
permasalahan hidup yang menjadikan stres. Wallahu A’lam.
INFO LEBIH OKE LAGI ANDA KLIK DISINI
|
Langganan:
Postingan (Atom)
PENGOBATAN DAHSYAT DI KOTA BENGKULU
LAYANAN PENGOBATAN KLINIK HABIBILLAH BENGKULU Pengobatan yang dilakukan Bapak Afrijoni CH CHt selain menggunakan tekni...
-
LAYANAN PENGOBATAN KLINIK HABIBILLAH BENGKULU Pengobatan yang dilakukan Bapak Afrijoni CH CHt selain menggunakan tekni...
-
Kleptomania adalah jenis gangguan kontrol impuls, gangguan yang ditandai oleh masalah dengan pengendalian diri secara emosional atau perila...
-
5 Tips Simpel Tetap Nyaman Saat Menstruasi (haid) Menstruasi merupakan hal yang rutin terjadi ataupun dialami oleh setiap wanita ...